- Judul Buku: Menembus Batas
- Disusun oleh: Budi Setiadi dan Tim Ziyad Visi Media
- Penyunting:Budiman Mustofa, Lc., Erlina Z. Zachi, S.S.
- 180 halaman
- Cetakan pertama Januari 2010
Buku ini berisi tentang pengalaman hidup seorang Ayah yang sukses mengantarkan ke-6 anaknya mengenyam pendidikan formal. Beliau, bapak Budi Setiadi, bekerja sebagai Penarik Iuran HPPK (Himpunan Pedagang Pasar Klewer) Surakarta, dengan penghasilan Rp. 450.000,-/bulan. Bersama dengan istri beliau, Ibu Suwarsi (Nurina Mar'atush Sholihah), dengan keterbatasan ekonomi dan lingkungan yang kurang mendukung pendidikan anak, beliau mampu mengubah tantangan tersebut menjadi sebuah motivasi.
Pada awal bab, buku ini menceritakan kehidupan beliau sebelum menjadi seorang muslim, menghadapi lingkungan yang dianggap kurang sehat untuk perkembangan anak, kemudian disusul dengan kisah perjalanan menyekolahkan anak hingga ke perguruan tinggi, dan cara mendidik anak.
Putra dan Putri beliau:
1. Sholihah (Sarjana Teknik UGM, dan calon Mahasiswa S2 Jerman)
2. Walidah (Fakultas Teknik ITB)
3. Hafidzur Rohman al-Makhi (Pembaca cepat dan Mahasiswa Teknik Geodesi UGM)
4. Marlina Mar'atush Sholihah (Siswa MA Al Islam Surakarta)
5. Abdullah Yahya (Siswa Smart Ekselensia Indonesia, Bogor)
6. Aulia Khoirun Nisa' (Siswa SD Al-Islam 2 Surakarta)
Dari beberapa buku motivasi yang pernah saya baca, buku ini masih menjadi salah satu buku favorit saya. Pertama kali saya membaca buku ini yaitu saat masih duduk si bangku sekolah, dan sampai saat ini saya masih suka untuk membacanya, terutama ketika memang saya butuh motivasi hehe..
Kelebihan dari buku ini, diantaranya:
1. Menyajikan kisah secara runtut sehingga pembaca akan mudah memahami alur cerita.
2. Selain membahas kisah nyata dari Pak Budi Setiadi, setiap pembahasan disertai dengan teori dan data empirik. Misalnya tentang optimalisasi kecerdasan anak secara teoritis dan yang dipraktikkan oleh Pak Budi Setiadi.
3. Format tulisan yang dipilih dan ukuran font tidak terlalu kecil, selain itu diselingi dengan gambar, sehingga nyaman ketika dibaca.
4. Tidak banyak menggunakan hiperbola, dan itu salah satu yang membuat saya suka, hehe..
Beliau sering menyebutkan "karena saya bodoh, makanya saya harus banyak belajar"
Menurut saya, ketika beliau berbicara demikian itu menggambarkan kerendahan hari beliau. Melalui sikapnya tersebut, kemudian ditularkan kepada anak-anak beliau, tentunya dengan cara mendidikan anak yang benar. Dari ke-6 anaknya, beliau selalu belajar mensiasati cara belajar anaknya, sehingga ketika ditemukan masalah dalam belajar anak, beliau selalu menyelesaikan saat itu juga.
"Bibit yang istimewa bila tidak diberi pupuk dan dirawat dengan baik, maka akan menghasilkan buah yang biasa-biasa saja atau bahkan bisa lebih buruk. Sedangkan bibit biasa bila diperlakukan dengan baik maka akan menghasilkan sesuatu yang luar biasa", begitu kata Pak Budi Setiadi.
Beberapa cara mendidik anak yang diajarkan pak Budi, diantaranya:
1. Memahami bahwa bekal kecerdasan setiap anak berbeda.
2. Mendidik anak sejak dalam kandungan (disini beliau menjelaskan bahwa ketika istri beliau hamil, beliau selalu mengajak janin di kandungan istri untuk ikut bangun dan shalat malam)
3. Mengoptimalkan kecerdasan anak (disini beliau memulai dengan kecerdasan berbahasa, yakni mengajak anak untuk bercerita)
4. Temukan metode belajar yang tepat bagi anak
5. Memahami tingkat pemahaman dan konsentrasi anak
6. Jauhkan anak dari pengaruh buruk dengan cara yang baik
7. Cukupilah kebutuhan otak anak (salah satunya dengan asupan nutrisi, ditengah himpitan ekonimi, beliau memilih ikan asin karena dinilai ikan asin kaya akan kalsium)
8. Temani anak-anak untuk belajar
9. Berikan motivasi tiada henti
10. Bimbing anak dengan penuh kasih sayang
11. Jangan batasi cita-cita anak
12. Tingkatkan komunikasi dengan pihak sekolah (pernah beliau meminta kepada guru untuk sengaja memberikan nilai dibawah hasil yang sesungguhnya hanya untuk sang anak tidak cepat merasa puas dan bangga dengan capaiannya)
Kekurangan yang saya temukan saat membaca buku ini, yakni gambar yang hitam putih. Selain itu, saya belum menemukan kekurangan dari buku ini. Mungkin karena saya sudah terlanjur suka dengan isi dari buku ini.
Resensator: Ika Nur W