Judul: Antara Hiragana dan Aksara Jawa
Halaman: 152 halaman
Penerbit: Deepublish
Link: http://webadmin.ipusnas.id/ipusnas/publications/books/190039/
Tertarik baca ini pas muncul di laman beranda aplikasi perpusnasku. Judulnya menarik dan gambar covernya juga menarik, dan aku kebetulan juga agak tertarik dengan hal2 terkait budaya gitu.
Ini bukunya diceritakan dari sudut pandang orang pertama, semacam buku diary juga kayak kemarin mirip2 sama storynya Frank mungkin ya. Karena seakan menceritakan dirinya sendiri.
Dikisahkan bahwa penulisnya, Bu Afifah, adalah seorang guru honorer yang mengampu mata pelajaran bahasa Inggris. Dia cintaaa banget sama bahasa Inggris, saking cintanya kadang jam mengajarnya tuh berasa kurang kalo mengajar bahasa Inggris.
Awalnya dia ngajar di SD. Ngajar SD tuh awalnya menurut dia gampang2 susah karena memahamkan bahasa baru kepada anak2 dengan berbagai tingkahnya di kelas. Tapi dia sebenernya seneng dan terhibur dengan tingkah lucu2 anak SD kadang2.
Hingga suatu hari, pindahlah dia ke SMA, tapi masih sebagai guru honorer. Dia ngajar bahasa Inggris di SMA. Awalnya dia pikir lebih mudah ngajarin orang yang sudah agak dewasa, tapi ternyata sulit juga. Kadang dinyinyirin, dicuekin, dibully. Somehow kadang2 dia kangen ngajar di SD dengan tingkah anak2 yg lucu dan polos.
Si penulis ini, bu Afifah, menjadi guru honorer berprestasi karena berhasil mencari bibit2 unggul di antara siswa2nya untuk ikut lomba debat bahasa Inggris dan bisa memenangkan juara debat bahasa Inggris. Kehadirannya di SMA sebagai guru bahasa mulai diapresiasi. Namun, bertambahlah bebannya ketika ada guru bahasa Inggris PNS baru di SMA nya. Akibatnya, karena kedatangan guru PNS, jam mengajarnya harus dikurangi karena dia harus berbagi jam pelajaran dengan guru PNS yang kebetulan juga mengampu bahasa Inggris ini.
Masalah bertambah lagi ketika ujug2 atau tiba2, dia harus mengajar bahasa jawa! Jederr! Tiba2 harus ngajar bahasa jawa walaupun dia backgroundnya bahasa Inggris. Pas ngajar bahasa Jawa ini, dia bener2 gak suka tapi tetep dia jalani. Yang biasanya ngajar bahasa Inggris dia seneeng banget kalo ada yang nanya, sekarang dia pengen ga ada yg nanya deh murid2nya. Yang biasanya jam mengajar serasa cepet dan kurang banget, sekarang kayaknya dia pengen cepet2 pulang. Yang biasanya dia jago pengayaan bahasa Inggris, sekarang harus belajar dari nol utk mengajar bahasa jawa. Modal nekad lah, akhirnya dia jalani. Kata ibunya: “jadi guru itu harus serba bisa”, yang jadi penyemangatnya, karena memang sedari dulu cita2 afifah ini memang jadi guru.
Lambat laun mempelajari bahasa jawa dia terbawa asiknya. Walaupun awalnya setengah hati. Dia akhirnya menemukan filosofi2 menarik dibalik aksara Hanacaraka, juga cerita dibalik tembang macapat, serunya bercakap2 dengan tatanan krama inggil dan cerita2 rakyat jawa. Walaupun waktu nembang jawa banyak muridnya bilang “nggak pantes Bu” karena biasanya cas cis cus bahasa Inggris tiba2 harus medhok gemulai.
Pas dia udah mulai jatuh cinta dan enjoy ngajarin bahasa Jawa, eeeeeh dilempar lagi. Usut punya usut, sekolah butuh akreditasi atau apaa gitu. Butuh pengajar bahasa Asing intinya. Singkat cerita, disuruhlah si bu Afifah ini buat ngajarin bahasa Jepang. Lah, hanacaraka dengan segala aksara kritingnya aja dia belajar lagi setengah mati, gimana ini suruh ngajarin bahasa Jepang yang dia gak ngerti sama sekali? Bahkan gak pernah dipakai sama dia di percakapan sehari2? Dengan huruf hiragana dan katakana yang dia gak pernah menyentuh blas dalam hidupnya?
Tapi dia pantang menyerah. Dia cari tau guru bahasa Jepang lain di kota itu dan belajar darinya. Kebetulan guru ini juga pernah exchange di Jepang. Akhirnya dia mulai rajin mempelajari bahasa Jepang dari buku Sakura 1,2,3 dan rajin nonton NHK world. Dia memperkenalkan bahasa Jepang dengan cara unik, seperti ngajarin kesenian origami dan kirigami. Kirigami ini seni membuat bunga dari kertas.
Singkat cerita, dia ketemu temennya yang juga punya background bahasa Jepang dan punya komunitas cosplay. Temennya itu pengen bikin festival Jepang bunkasai untuk memperkenalkan budaya Jepang. Temennya ini punya ide gimana kalo bikin festival Jepang di sekolahnya afifah. Afifah awalnya berat, tapi akhirnya menyetujui.
Akhirnya, dengan kerja keras, terciptalah pagelaran bunkasai dengan perpaduan Jawa dan Jepang. Budaya itu melebur. Ada pesta jajanan jepang, cosplay dan pagelaran drama. Pagelaran drama ini unik karena memadukan cerita kaguyahime dan timun mas. Ceritanya sedikit aku spill capturannya di bawah karena indah dan aku ga bisa ceritain ulang wkwkwk.
Dan bu afifah tetap mencintai pekerjaannya, walaupun berkali2 daftar PNS tapi gagal terus. Anyway, dia kangen ngajar bahasa Inggris lagi.
Buku ini ringan, dibaca semaleman juga selesai. Tapi sarat makna yang terkandung di dalamnya. 11/10 lah ratingku. Karena serasa baca novel, tapi ada pengetahuannya, sekalian belajar bahasa dan budaya juga.
Resensator: Fikriyatul Falashifah
No comments:
Post a Comment